12/09/14

Aku dan Jamu dalam Tradisi Dulu, Kini, dan Nanti


pic source

Kapan kali pertama saya kenal dengan jamu?

Saya mengenal jamu pertama kali dari keluarga. Mama mengenalkan saya pada jamu bukan dengan menjelaskan atau menerangkannya, tapi dengan memberi saya jamu langsung saat saya masih kanak- kanak. Pengalaman pertama saya dengan jamu ialah saat saya dicekokin.
Dulu saya sempat tidak doyan makan. Mungkin hal ini juga terjadi pada anak kecil pada umumnya. Mama lalu membawa saya ke tempat simbah. Disana saya dicekokin dengan ramuan yang amat pahit. Kata orang- orang, itu ramuan untuk meningkatkan nafsu makan anak. Tradisi cekok merupakan tradisi mengucurkan ramuan jamu ke mulut bayi/balita yang notabene susah makan. Memang menyakitkan bagi anak (mungkin bisa juga berefek traumatis), namun cekok merupakan resep turun temurun yang digunakan untuk menimbulkan nafsu makan anak kembali.

Terlepas dari pro dan kontra ritual cekok itu sendiri, ramuan yang digunakan untuk mencekok biasanya terbuat dari empon- empon. Empon- empon yang biasa digunakan yakni Temu Ireng, Temulawak, Puyang yang diramu menjadi satu. Yang mana temu ireng dapat menambah nafsu makan.

Jika jamu dan obat- obatan kimia disandingkan...

Ilustrasi pribadi
Keluarga saya menghindari yang namanya obat- obatan kimia buatan. Bukan sakklek antipati. Namun sebisa mungkin menghindarinya. Jika sakit masih ringan seperti flu, sakit kepala, maka Mama dan Papa akan menyarankan kami untuk minum banyak, cukup istirahat, dan memanfaatkan empon- empon. Namun jika sakit tak biasa maka beliau akan memberi kita obat- obatan berdasarkan resep dokter. Namun jika harus memilih, maka yang akan dipilih pasti obat tradisional terlebih dahulu.

Semisal jika kami sakit gigi, maka kami akan menggunakan cabai yang bersidat pedas dan panas sebagai obatnya. Waktu dulu saya kecil, jika batuk Papa memberi saya satu sendok ramuan campuran dari jeruk nipis dan kecap. Jeruk nipis berkhasiat mengobati batuk. Sedangkan kecap digunakan untuk mengurangi rasa masam dari jeruk.

Menurut PERMENKES RI No. 246/Menkes/Per/V/1990, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Jamu termasuk salah satu obat tradisional, namun belum terstandar. Masih mengandalkan resep nenek moyang. Khasiat serta efek samping jika dikonsumsi berlebihan masih belum diketahui pasti karena belum dilakukan uji apapun. Biasanya informasi khasiat jamu diturunkan secara gethok tular. Jika sudah terstandar, akan menjadi Obat Herbal Terstandar (OHT) dan fitofarmaka.

pic source

Meski jamu belum dibuktikan secara empiris, namun jamu tetap dipilih. Banyak yang lebih memilih jamu karena adanya faktor pendorong penggunaan obat herbal. Faktor pendorong itu adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.

Jamu Favorit saya itu...
Ilustrasi pribadi
Yang spesial dan yang selalu saya ingat, Mama selalu membeli jamu setiap hari Minggu. Mama membelinya di pasar dekat rumah. Yang biasa beliau beli yakni kunir asem dan beras kencur. Dan entah darimana awalnya, yang saya ketahui saya, Mama, dan adik selalu minum yang kunir asem. Saya tak pernah minum beras kencur karena saya pikir beras kencur hanya untuk lelaki. Sedangkan kunir asem yang terbuat dari bahan utama rimpang kunyit memang bagus untuk wanita karena dapat melancarkan haid. Tapi akhirnya saya tahu bahwa beras kencur baik untuk semua karena dapat meningkatkan nafsu makan.

Mama juga tak jarang membelikan kami jamu dari mbok- mbok keliling yang naik sepeda atau yang menggendong bakulnya. Jika kami membeli jamu, kami memilih untuh dibungkus dengan plastik  bening atau membawa gelas sendiri. Bukannya apa- apa. Hanya saja karena gelas yang disediakan mbok jamu sebelumnya digunakan untuk minum orang lain juga. Jadi kami kurang yakin kehigienisannya.

Kini setelah saya berkeluarga, tradisi meminum jamu dan meminimalkan penggunaan obat kimia selalu saya terapkan. Saya biasa membeli jamu di pasar Kotagede langganan Mama. Saya juga biasa membeli di dekat rumah. Harga satu plastik kecil berbeda- beda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Ada yang 2000 rupiah, 3500 rupiah.

Ada juga lho yang menjual satu botol plastik bervolume 600 ml yang dihargai sekitar 6000/7000 rupiah. Yang kerap saya jumpai dikemas dengan botol plastik ialah jamu kunir asem. Namun sayang, botol yang digunakan untuk mengemas jamu merupakan botol bekas air mineral. Label nama merk botol yang asli di lepas. Saya pernah mencoba membelinya. Rasanya memang kurang segar jika dibandingkan dengan jamu yang dibuat langsung.

pic source
Tapi sekarang tak pernah lagi membeli botolan. Saya ragu untuk kebersihan botol plastik bekas yang digunakan. Sekarang pewangi laundry pun juga ada yang menggunakan botol minuman bekas sebagai wadahnya. Bukankah juga tak boleh menggunakan botol tersebut berulang kali. Apakah ada jaminan jika botol tersebut hanya di Jadi bagi saya lebih aman membeli jamu yang diracik langsung di tempat karena rasa jamunya lebih segar.

Salah satu jamu favorit saya juga yakni jamu gendong di stasiun Purwosari, Solo. Jika pembaca berkunjung ke Solo melalui stasiun Purwosari, silakan mencicipi jamu gendong tersebut. Menurut saya rasanya lebih segar. Tiap penjual jamu pasti memiliki perbedaan racikan antara satu dengan yang lainnya, sehingga mempengaruhi rasa atau kesegaran jamu.

Saya juga suka meracik jamu sendiri seperti wedang secang. Untuk bahan saya membeli di toko yang menyediakan bahan jamu. Wedang secang yang saya buat menggunakan bahan secang, jahe, kapulaga, kayu manis, dan cengkeh. Bahan yang sudah tersedia tinggal saya campur dengan air panas. Lain halnya dengan Papa saya. Beliau suka membeli secang dalam jumlah yang banyak lalu dicampur dalam air panas satu teko.

Jamu Kini...

Saat ini jamu dapat ditemui dimanapun dan dengan inovasi atau variasi apapun.
1. Jamu gendong 
pic source
Disini jamu ditempatkan pada botol- botol kaca dan digendong dengan bakul. Seiring perkembangan jaman, kita tetap masih bisa menemukan penjual jamu gendong. Selain botol beling/kaca, saat ini juga banyak yang menggunakan botol plastik ukuran 1.5 L bekas air mineral sebagai wadah jamu. Namun kembali saya juga mempertanyakan asal mula botol yang digunakan.

Apakah botol beling yang dipakai bukan botol bekas minuman keras? Apakah botol plastik yang digunakan juga bukan botol bekas digunakan berkali- kali? Masyarakat cenderung kurang menyadari bahaya penggunaan botol bekas air mineral bagi kesehatan tubuh. Dan penjual juga masih banyak yang belum teredukasi mengenai hal tersebut.

pic source
Penjual jamu menyediakan gelas kaca untuk sarana kita meminum jamu. Ada juga yang menggunakan gelas bathok. Namun ada pertanyaan yang muncul, apakah gelas yang dipakai konsumen berulang- ulang itu benar- benar bersih setelah dicuci. Biasanya gelas dicuci di ember yang dibawa penjual jamu. Jika kita ragu, kita bisa meminta penjual jamu untuk membungkus jamu kita. Lalu bisa kita minum kemudian di rumah. Atau jika mau lebih yakin, maka kita bisa membawa gelas sendiri sebagai wadahnya.

2. Jamu di pasar
pic source
Saya suka membeli di pasar karena saya bisa melihat laangsung proses meracik jamu tersebut. Yang paling saya suka yakni kunir asem. Parutan kunir ditambah air lalu diperas dan ditambahkan dengan asam yang dicairkan. Melihat prosesnya langsung berarti juga menikmati jamu yang masih fresh. Jika kita tak yakin akan kebersihan gelas, maka kita bisa minta untuk dibungkus atau kita membawa gelas sendiri.

3. Jamu pakai gerobak
pic source

Khusus jamu pakai gerobak ini, saya jarang membelinya. Biasanya dikenal juga dengan nama es kencur dan disajikan dengan ditambah es batu. Ada kunir asem, Mungkin ini karena dosen saya mengatakan untuk lebih berhati- hati dengan minuman yang dijual dipinggir jalan. Meski itu jamu, namun jika tempat berjualannya dipinggir jalan yang notabene selalu dilewati kendaraan, dosen saya meragukan kebersihannya.

4. Jamu di toko
pic source
Jamu yang dijual di toko biasanya jamu instan. Pembuat jamu instan bukan hanya pelaku industri besar saja, namun juga pelaku industri rumah tangga. Dan jamu dari industri rumah tangga sudah banyak yang masuk ke toko. Jamu instan juga bisa kita buat sendiri di rumah sebagai sediaan untuk konsumsi ke depannya.

Biasanya bahan jamu di jadikan serbuk dulu. Sehingga konsumen tinggal menuangkan serbuk jamu dan menambahkan air panas. Praktis memang. Tapi menurut saya, tetap berbeda, jika dibandingkan dengan kita meminum jamu yang diracik langsung. Tentu saja lebih segar jika kita meminum jamu yang diracik langsung.

Jamu instan memang cukup populer. Selain praktis dalam pembuatan, jamu instan juga praktis jika dibawa kemana- mana. Namun pembuatan yang berbeda antara satu produsen dengan produsen yang lain membuat rasa jamu instan yang telah diseduh berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini dikarenakan pasti ada perbedaan komposisi jamu instan. Jadi pintar- pintar kita memilih jamu instan yang pas.

Jamu itu Baik
Ilustrasi pribadi
Saya suka jamu, namun tidak berarti saya minum dengan berlebihan. Saya pernah mendapat cerita dari dosen kimia farmasi yang memiliki usaha rumah tangga jamu kunyit putih. Ada konsumennya yang memiliki penyakit tertentu. Karena ingin cepat sembuh maka ia mengonsumsi banyak sekali jamu kunyit putih dalam satu waktu. Maka tak ayal, pendarahan makin banyak.

Ada juga sekarang jamu pelangsing instan. Bagi orang gemuk yang ingin menurunkan berat badan tentu ini semacam alternatif lain dari diet. Namun jangan coba- coba mengonsumsinya secara berlebihan agar berat badan cepat turun. Cukup sesuai dosis yang danjurkan saja. Meskipun saya juga sebetulnya tak suka dengan cara minum jamu instan tersebut. Bagi saya jika ingin menurunkan berat badan, cukuplah dengan mengurangi porsi makan dan olahraga.

Mama saya baru- baru ini sering merasa sakit di ulu hati. Melihat gejalanya yang seperti terjadi peradangan hati, maka Mama rajin- rajin minum temulawak. Bukan minum sekaligus banyak, namun cukup rutin seriap hari. Bersyukur lama-kelamaan jarang merasa sakit lagi. Dan tentu saja setelah Mama imbangi pula dengan menjaga pola makan. 

Jamu memang baik, lebih baik dari obat- obatan kimia. Namun bukan berarti kita dapat mengonsumsinya secara berlebihan. Jangan berlebihan mengonsumsinya dalam satu waktu. Jika berlebihan, dimungkinkan ada efek stimulan yang menyertainya. Mengonsumsi jamu juga ada batasannya. Imbangi konsumsi jamu dengan menerapkan pola makan dan pola hidup sehat.

Tantangan...
Ada berbagai tantangan yang dihadapi oleh pelestari jamu. Seperti yang saya sebutkan di atas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama dalam penyajian jamu. Sebaiknya memang ada standardisasi mutu. Jadi bukan dengan asal- asalan/sembarangan kita dapat meraciknya. Penggunaan komposisi bahan yang tepat, penyajian yang sehat sudah seharusnya kita tekankan. Agar konsumen mendapatkan yang terbaik.

Produsen juga harus memberikan informasi yang tepat terkait komposisi jamu yang ia racik. Jangan sampai terus ditemukan kembali adanya jamu oplosan (yang dicampur dengan obat/bahan kimia). Pun juga dalam penyajian jamu. Gunakan wadah yang bersih dan sehat. Bukan wadah bekas seperti yang sering ditemui saat ini. Produsen dan lembaga lain juga bisa bekerja sama dalam mengedukasi konsumen tentang jamu. Baik itu pemberian informasi bahan yang tepat, kandungan/manfaatnya, serta efek samping jika ada.

Dan sebagai konsumen, kita juga harus dapat mengedukasi diri sendiri dan keluarga. Jangan bangga jika sedikit- sedikit makan obat. Ada jamu sebagai alternatif mencegah/mengobati sakit. Pengetahuan tentang jamu bisa kita dapatkan darimanapun. Dan yang perlu diingat jangan sampai berlebihan dalam mengonsumsi jamu. Selain itu, baik pula jika kita turut serta mengedukasi penjual jamu tentang kebersihan.

Bagaimana cara kita melestarikan jamu?
Ilustrasi pribadi

1. Dimulai dari diri sendiri  dan keluarga
Kita harus bangga dengan jamu Indonesia. Dengan mendukung jamu, itu merupakan langkah pertama dalam wujud ikut serta melestarikan jamu. Kita dukung penemuan jamu baru atau inovasi pengolahan jamu dalam bentuk lain seperti permen jamu, es krim jamu dan sebagainya. Dukungan harus kita berikan karena jamu merupakan warisan asli Indonesia.

Lalu cobalah mengonsumsi jamu untuk menjaga kesehatan. Minumlah jamu secara proporsional, tidak berlebihan. Karena tentu saja bisa menimbulkan efek samping jika kita konsumsi secara tidak tepat dosisnya. Tambahlah pengetahuan kita tentang jamu. Semakin banyak informasi, maka kita semakin bisa mengedukasi diri dan orang lain.
2. Yuuk menanam tanaman jamu sendiri di rumah 
Empon empon sebagai bahan jamu bisa kita tanam sendiri dengan memanfaatkan pekarangan rumah. Apotik hidup skala kecil yang kita tanam bisa memenuhi kebutuhan bahan jamu keluarga. Kita dapat membuat jamu sendiri untuk keluarga.
 
3. Sinergi dan dukungan dari berbagai pihak
Perlu dukungan dari berbagai pihak untuk melestarikan jamu Indonesia. Pihak yang dimaksud seperti lembaga penelitian, komunitas (seperti komunitas blogger), pemerintah, dan tentu saja dukungan para medis.

Komunitas memang diperlukan untuk membantu kampanye pelestarian jamu. Misal seperti komunitas blogger. Blogger dapat berkampanye tentang jamu, mengedukasi pembaca melalui blog yang ditulis. Disini peran blogger bukan seperti salesman yang menawarkan produk tertentu dari jamu dan memaksa pembaca untuk membelinya. Kami hanya sebatas mengedukasi warga dunia maya tentang serba serbi jamu baik itu manfaat dan efek samping jika ada.

Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan berperan dalam proses standardisasi mutu jamu. Pemerintah memang seharusnya memberikan edukasi pada produsen tentang standardisasi mutu dan penyajian yang sehat. Pemerintah juga berperan dalam mendisiplinkan para pelaku jamu ilegal. Bisa dengan razia di lapangan maupun membuat standar yang baku.

Lembaga penelitian seperti Biofarmaka IPB berperan dalam meneliti bahan baku jamu, mengembangkan/membudidayakan, menganalisis, membuat standar baku, serta menguji untuk kelayakan konsumsi. Peran Biofarmaka juga dalam hal memaksimalkan nilai tambah dari suatu jamu, sehingga muncul banyak inovasi baru dari jamu.

Dan tak lupa peran para medis itu sendiri. Sudah selayaknya jamu mendapat tempat yang sejajar dengan obat kimia. Meski belum ada dosis/takaran yang tepat, namun jamu sudah berkembang turun temurun sedari dulu. Jadi para medis dapat berperan dalam pelestarian jamu dengan tidak memojokkan jamu atau membanding- bandingkan dengan obat kimia yang bisa dibuktikan secara ilmiah.
Jamu adalah warisan Indonesia. Dan tetap harus kita jaga dan terus kita wariskan ke generasi muda sampai anak cucu kita. Hanya kita yang bisa menjaga dan melestarikannya. Dengan bekerja sama antara berbagai elemen, jamu dapat kita pertahankan. Jamu yang merupakan warisan nenek moyang dan asli tanah air, jangan sampai hanya dijadikan tamu di negeri sendiri. Hargai warisan leluhur dengan mempertahankan keaslian dan menyajikannya secara sehat. Lestarilah jamu Indonesia!

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg

0 komentar:

 

Delicious Cupcakes Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template In collaboration with fifa
and web hosting