26/02/12

Secuil Permainan Tradisional


Ketika aku masih TK dan SD, senang sekali bisa bermain bersama teman- teman. Berbagai permainan kami mainkan. Kalau sudah bosan dengan satu permainan, maka esok kita akan memainkan permainan yang lain. Mungkin untuk berganti permainan, tak cukup sehari atau dua hari lalu ganti.Hal tersebut juga dikarenakan tren permainan apa yang berkembang saat itu (duileh..^^). Karena saya orang Jogja, yang saya mainkan dari kecil seperti engklek, gobag sodor, benthik, nekeran, lompat tali, oyak- oyakan, delik- delikan (petak umpet), layangan, dakon, ular naga, gasingan, kasti, dsb. Dan untuk anak perempuan, kami sering main boneka, masak- masakan, bahkan masak beneran. hehe.. Bahkan sering pula kami membuat peraturan untuk permainan baru yang kami buat sendiri. Pertemanan kami semakin erat dengan adanya permainan tersebut. Karena memang kami mainkan bersama- sama dengan senang. Tapi tidak dipungkiri pula jika kadang ada konflik. Ya.. namanya juga anak kecil. Kalau kalah kadang ada yang nangis, atau gak terima sampai mau gelut (red: berantem). Masih ingatkah kita semua dengan permainan tradisional seperti yang saya sebutkan di atas?. Bagi saya, yang dulu sering kami mainkan (khususnya anak- anak perempuan) ya lompat tali. Saya ilustrasikan sedikit apa yang terjadi kala itu. Saat itu saya masih tinggal bersama mbah Buyut di daerah Gamelan. Halaman rumah simbah merupakan halaman Joglo yang cukup luas (sering dipakai untuk 17 Agustus-an). Sepulang sekolah biasanya saya dan teman- teman biasanya janjian "ayo, engko bar mulih sekolah lompat tali yo neng nggonku.." Teman- teman sepakat untuk bermain di rumahku (Kadang mainnya bergantian di rumah teman yang lain). Sesampainya di rumah, biasanya saya ngecek tali yang akan digunakan untuk mainan nanti apa ada yang putus atau enggak. Tali disini biasanya menggunakan karet gelang yang disambung- sambung atau dari karet ban yang panjang dan disambung- sambung juga. Karet ban ini kami beli pada tukang jualan mainan yang biasanya mangkal di sekolahanku. Sembari menanti teman- teman dan ngecek tali nya, tentu makan siang tak boleh dilupakan ^^ Lalu setelah teman- teman datang, kami mulai bermain lompat tali. Kalau ada cagak (tiang) dan ada dua, kami gunakan untuk mengikatkan talinya. Sehingga, tak perlu ada yang jaga (2 orang) untuk memegang tali pada kedua sisinya. Pertama mulai dari sak jari kaki, lalu naik sak tumit, naik lagi sak dengkul, sak del (sak udel), sak dada, sak gulu, sak kuping, sak sirah, sampai di atas sirah ( sak kilan atau dua kilan) hingga sak mer (seperti sedang mangacungkan jari). Kalau ada yang gagal melompatinya, maka gantian jaga (megangin tali) atau gantian sama yang lainnya. Sampai nanti ketemu pemenangnya, dan samapi secapeknya. Begitu mengasyikkannya permainan itu. Bagi anak kecil yang dirasakan yakni hanya perasaan senang/ bungah karena bisa bermain bersama teman- temannya. Namun bagi kita orang dewasa tentu bisa mengambil hikmah/ nilai yang terdapat dalam permainan tradisional tersebut (baru satu permainan yang saya sebutkan). Sehat tentu saja, karena otot kita bekerja, tangan, kaki, dan indera lainnya juga bekerja. Melatih konsentrasi, tentu saja. Karena untuk bisa melompati tali pastilah kita mengambil ancang- ancang terlebih dahulu (dan pastilah mikir dan berkonsentrasi seberapa jauh jarak yang akan kita ambil). Kebersamaan tentu saja, berlapang dada apalagi. Karena sejatinya permainan tradisional menyimpan nilai- nilai luhur dan kearifan yang diwariskan. Itu hanya secuil sensasi permainan tradisional yang saya dan kawan- kawan rasakan. Masih banyak permainan tradisional yang lain yang memiliki nilai luhur tersendiri. Akan tetapi, disamping permainan tradisional, saat itu mulai berkembang permainan modern. Pertama yang saya kenal yaitu gimbot (gimbot air, tetris), kemudian ada tamagochi (memelihara hewan virtual), sega. Lalu berkembang menjadi nintendo, PS, dst. Saat itu, yang sering saya mainkan yakni Sega dengan games Mario Bros, dan Mortal Kombat. (hehe.. ^^) Mau tak mau saya juga turut mengecapnya. Tapi beruntung, karena masih seimbang antara kami memainkan permainan tradisional dan modern. Ada waktu yang terbagi kembali untuk menikmati keduanya. Namun ketika saya merasakan kini, era memang sudah berubah. Anak SD maupun TK zaman sekarang jarang ada yang masih tahu dan memainkan permainan- permainan tradisional kami zaman terdahulu. Saat ini yang sering mereka mainkan ya games- games online atau games modern yang mengasah otak mereka. Namun gerak mereka jadi menyempit. Karena yang diasah bukan otot, melainkan otak saja. Kalaupun bergerak, paling hanya tangan yang bergerak untuk menggeser- geser mouse atau joystick. Sungguh amat berlainan dengan era ku dulu. Jujur saja, permainan modern semacam itu membatasi ruang gerak mereka. Anak- anak cenderung pasif di rumah, bergaul ya hanya dengan teman di sekolah lalu pulang dan tenggelam dalam permainan/ game mereka sendiri- sendiri. Banyak yang seperti itu. Namun, masih ada pula anak- anak yang bermain bersama teman- temannya di luar. Seperti yang saya dengar saat saya sedang menulis ini. Di depan rumah saya, sedang berlangsung "turnamen" sepakbola. Hehehe ^^. Maksudnya, para adik- adik lelaki sedang bermain bola di depan. Cekikikan dan menendang bola bundar itu bersama- sama. Nah, ini dunia anak sebenarnya. Maka, seyogyanya, orangtua, guru, serta masyarakat ikut andil dalam mengasah dan mengasuh calon generasi besar masa depan. Biarkan anak bermain tapi juga tetap senantiasa diawasi agar anak tumbuh dengan nilai-nilai luhur dan moral yang baik. Serta perlu dipahami bahwa anak memiliki ruang berekspresi yang luas dan perlu kita letakkan di tempat yang luas tersebut agar ke- aku-an nya kelak tak kan terlampau besar. NB: Masa Usia Sekolah Dasar Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu : (a) masa kelas-kelas rendah dan (b) masa kelas tinggi. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7 – 9/10 tahun) : 1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi. 2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional. 3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) : 1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. 2. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar. 3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg

0 komentar:

 

Delicious Cupcakes Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template In collaboration with fifa
and web hosting